Quo Vadis Pemilihan President Elect PB IDI

Quo Vadis Pemilihan President Elect PB IDI

18 Maret 2022 | 00:01 WIB | Ditulis oleh: Admin IDI Banyumas

Tradisi pemilihan President Elect (Ketua Terpilih) PB IDI dimulai pada Muktamar XIX tahun 1985 di Bandung. Setelah sistem President Elect diterapkan, praktis Ketua Umum PB IDI hanya bisa menjabat selama satu periode kepengurusan dan tidak bisa berturut-turut. Untuk terpilih kembali, harus melalui pemilihan sebagai President Elect terlebih dahulu.

Dalam Muktamar Bandung 1985, terpilih Dr. Kartono Mohamad sebagai Ketua Umum dan Prof. Dr. Azrul Azwar sebagai President Elect (Ketua Terpilih). Tiga tahun berikutnya, giliran Prof Azrul Azwar dikukuhkan sebagai Ketua Umum dan Dr. Kartono Mohamad terpilih sebagai President Elect .

Muktamar XX 1991 kemudian mengukuhkan Dr. Kartono Mohamad menjabat kembali sebagai Ketua Umum, dan yang terpilih sebagai President Elect adalah Prof Dr. Azrul Azwar, MPH yang kemudian menjabat sebagai Ketua Umum PB IDI kembali tahun 1994 saat Muktamar XXI di Makassar, dimana terpilih sebagai President Elect saat itu Dr. Merdias Al Matsier. Sejak itu, tidak ada yang terpilih sebagai President Elect dan menjabat Ketua Umum PB IDI selama lebih dari satu periode kepengurusan. 

Sebelumnya, tercatat Ketua Umum PB IDI yang menjabat lebih dari satu periode seperti Dr. H.R. Soeharto (3 kali, 1950-1953, 1953-1955 dan 1958-1960), Dr. H. Amino Gondohutomo (5 kali, 1960-1970 dan 1974-1976), Dr. Kartono Mohamad (2 kali, 1985-1988 dan 1991-1994) dan Prof. Dr. Azrul Azwar (2 kali, 1988-1991 dan 1994-1997).

Setiap President Elect masuk ke dalam struktur kepengurusan PB IDI selama tiga tahun sebelum menjabat Ketua Umum, dengan harapan memiliki bekal pengalaman menjadi Ketua Umum PB IDI berikutnya.

Namun demikian, karakter dan tantangan setiap periode kepengurusan tentu berbeda, sehingga membutuhkan gaya kepemimpinan yang belum tentu sama dengan pada saat menjadi Ketua Terpilih.

Hal ini kemudian menjadi pijakan pertanyaan tentang visi misi dan program kerja Calon Presiden Elect, jika kemudian baru bisa dijalankan tiga tahun kemudian setelah terpilih, tentu banyak hal yang sudah berbeda dan tidak relevan lagi. 

Dari sini patut dipertimbangkan kembali, apa sebenarnya yang melatarbelakangi sistem pemilihan President Elect pada saat Muktamar IDI?

Apakah tujuannya agar tidak ada lagi Ketua Umum PB IDI yang menjabat berkali-kali dan berturut-turut?

Ataukah untuk menjaga benang merah estafet kepengurusan sehingga ada kontinuitas program-program tertentu? Barangkali kita perlu mengkajinya satu persatu.

Pertama, mencegah terpilihnya Ketua Umum PB IDI berturut-turut. Jika ini tujuannya, bisa saja ditetapkan di AD ART, batasan maksimal seorang dokter menjabat sebagai Ketua Umum PB IDI. Seseorang bisa terpilih kembali tentu tidak lepas dari kualitas, kapabilitas, akseptabilitas dan elektabilitas yang bersangkutan. Jika memang unggul, dan dipandang bisa membawa kemajuan IDI sebagai organisasi, terpilihnya kembali bukanlah hal yang tabu. 

Kedua, dalam rangka memelihara benang merah estafet kepengurusan untuk kontinuitas program-program sebelumnya. Jika hal ini menjadi pertimbangan, bukan jaminan bahwa Ketua Terpilih dengan gayanya masing-masing akan melanjutkan semua program sebelumnya.

Tentu yang bagus dilanjutkan dan yang tidak jalan diganti, dengan yang lebih baik, itu suatu hal yang wajar dalam transisi kepengurusan organisasi dimana pun. Justru adanya status quo dalam kepengurusan PB IDI dimana tokoh-tokoh utamanya hanya itu-itu saja, sementara banyak sumber daya dokter dengan kemampuan organisasi yang mumpuni tidak berkesempatan, adalah hal yang berlawanan dengan prinsip-prinsip demokratis.

Ketiga, sistem pemilihan President Elect mengadopsi WMA (World Medical Association) dimana ada 3 istilah yaitu Past President, President dan President Elect (Ketua Purna, Ketua dan Ketua Terpilih). Tetapi Kongres WMA diselenggarakan setiap setahun sekali, sehingga sistem kepemimpinan adalah kolektif kolegial dari 3 jenis Ketua diatas. Sedangkan Muktamar IDI diselenggarakan setiap 3 tahun sekali, sehingga sistem kepemimpinan kolektif kolegial di WMA tidak linear dan tidak relevan jika diterapkan di PB IDI. 

Hari ini, perubahan berjalan begitu cepat, jangankan 3 tahun, dalam 1 tahun pun tidak selalu sesuai prediksi. Adanya visi misi President Elect yang dipilih sekarang untuk dijalankan 3 tahun kemudian, menjadi ganjalan yang cukup membuat gerah dan gemas, kecuali bagi mereka yang menganggap bahwa visi misi dan program kerja Calon President Elect PB IDI hanyalah formalitas dan tidak penting. Tentu kita semua tidak demikian adanya.

Maka menjelang Muktamar IDI XXXI di Banda Aceh ini, adalah momentum yang pas untuk menyiapkan kembali Sistem Pemilihan di Muktamar menjadi Pemilihan Ketua Umum PB IDI yang akan langsung menjabat, dengan pengaturan masa transisi di AD ART.

Jika di Muktamar kali ini disahkan, maka menjadi yang terakhir adanya sistem pemilihan President Elect, dan 3 tahun lagi pada Muktamar hanya ada pengukuhan President Elect menjadi Ketua Umum, dan 3 tahun selanjutnya Muktamar memilih Ketua Umum PB IDI yang akan bisa langsung menerapkan Visi Misi dan menjalankan program-programnya. Semoga Muktamar IDI XXXI Banda Aceh berjalan lancar dan sukses, diridloi Tuhan, serta menghasilkan IDI yang bermanfaat bagi anggota, masyarakat dan bangsa.

Tulus Budi

Ketua PDUI Komisariat Banyumas

Wakil Ketua IDI Cabang Banyumas

Bagikan